BLANTERVIO104

Dituduh Curi Arus Listrik, Walinagari di Agam Ungkap Kekecewaan Ke PLN

Dituduh Curi Arus Listrik, Walinagari di Agam Ungkap Kekecewaan Ke PLN
Jumat, 07 November 2025

Agam

Walinagari Koto Rantang Kecamatan Palupuah dan Walinagari Bukit Batabuah Kecamatan Canduang ungkap kekecewaan dan pertanyakan kinerja petugas PLN menyusul dituduhnya kantor walinagari kedua daerah melakukan pencurian arus listrik.

Tuduhan tersebut muncul setelah tim Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) PLN UP3 Bukittinggi melakukan pemeriksaan pada Selasa (28/11/2025).

"Kantor Walinagari tidak pernah melakukan pelanggaran apapun. Daya listrik 1300 VA yang digunakan sepenuhnya untuk pelayanan publik, dan selama ini tagihan selalu dibayar tepat waktu, tanpa tunggakan, tanpa penundaan," kata Walinagari Koto Rantang, Novi Agus Parta, Jumat (7/11/2025).

"Saya kecewa dan pertanyakan kinerja petugas PLN yang berpusat di Bukittinggi, kami dituduh mencuri arus listrik dan telah kami bantah. Kemudian kami dikatakan kena denda hingga Rp 8 juta tapi malah terungkap bisa dinego cuma bayar Rp 6 juta," katanya lagi.

Menurutnya pihak PLN sempat berkilah angka yang disebutkan hanya salah penyampaian ke pegawai Kantor Wlainagari.

"Tapi kami punya buktinya, kenapa bisa berubah. Apa ini sudah sesuai aturan dan sistem atau ada indikasi lain," kata Novi Agus Parta.

Ia kemudian tegas menolak membayar sanksi karena merasa tidak pernah melakukan pencurian arus listrik serta keraguan akan keprofesionalan kinerja petugas PLN.

Menurutnya, beberapa warga di Koto Rantang juga pernah mengalami hal serupa dituduh mencuri listrik dan dikenakan sanksi denda.

"Ada yang berani mengadu ke kami dan akhirnya listriknya dipasang kembali, ada juga yang terpaksa membayar, itupun karena merasa pernah meloskan arus listrik untuk kegunaan pesta keramaian padahal sudah membayar ke petugas saat diloskan, jadi rugi dua kali," kata Walinagari.

Sebagai bentuk keyakinannya tidak bersalah, Novi Agus berkomitmen siap menanggung konsekuensi pemutusan arus listrik atau sidang keberatan dari pihak PLN.

Melalui surat resmi bernomor 100/81/KTR/X/2025, Pemerintah Nagari Koto Rantang meminta PLN UP3 Bukittinggi untuk:

1. Menyampaikan klarifikasi tertulis dan bukti teknis konkret atas tuduhan pencurian listrik.

2. Menunjukkan dokumen hasil pengujian meter, segel, serta berita acara pemeriksaan yang sah.

3. Menjelaskan dasar hukum dan perhitungan resmi denda sesuai ketentuan PLN.

4. Memastikan setiap petugas P2TL bertugas dengan surat resmi dan etika pelayanan kepada masyarakat.

Hal yang sama terjadi di Bukit Batabuah, Kecamatan Canduang.Petugas P2TL PLN menuding ada fasilitas nagari melakukan pencurian arus listrik. Wali Nagari Bukik Batabuah, Firdaus menyampaikan, menurutnya tuduhan itu sangat tidak berdasar. 

Bangunan yang digunakan untuk berbagai kegiatan masyarakat tersebut merupakan aset resmi nagari. Sementara kondisi kabel yang ditemukan petugas hanyalah kabel lama yang rusak akibat usia pemakaian, bukan karena ada upaya mencuri arus.

“Bangunan ini murni milik nagari. Kabelnya memang sudah lama, tapi langsung dikatakan mencuri arus dan malah dikenakan denda yang katanya bisa dinego. Ini kan aneh dan meresahkan,” ujar Firdaus.

Ia menyoroti tindakan petugas yang dinilai terlalu cepat menuduh tanpa pemeriksaan menyeluruh, bahkan muncul kabar bahwa besaran denda bisa dinegosiasikan.‎

“Kalau pelanggaran, ya proses sesuai aturan. Tapi kalau sudah bisa dinego, itu bukan lagi penegakan hukum itu dagang sanksi. Uang denda itu ke mana, dan siapa yang menentukan besarannya?” tegasnya.

Firdaus juga menegaskan bahwa pemerintah nagari tidak punya kepentingan apa pun untuk melanggar hukum. Seluruh penggunaan listrik di fasilitas nagari semata-mata untuk pelayanan masyarakat, bukan kepentingan pribadi.

“Tidak ada alasan bagi pemerintah nagari mencuri listrik. Kami justru ingin memastikan pelayanan masyarakat tetap berjalan baik,” jelasnya.

Firdaus mendesak DPRD Kabupaten Agam selaku wakil rakyat agar memanggil pihak PLN dan mempertanyakan dasar hukum, mekanisme teknis, serta transparansi penetapan denda terhadap kasus-kasus seperti ini.

“Kami meminta DPRD Agam turun tangan. PLN harus menjelaskan secara terbuka: apa dasar tuduhan itu, kenapa bisa ada denda yang bisa dinego, dan bagaimana perlindungan bagi masyarakat agar tidak dirugikan,” tegasnya.

Sementara itu, Tim Media BPC sudah mencoba meminta penjelasan dan klarifikasi melalui media sosial resmi PLN Bukittinggi, namun belum mendapat respon.













Share This Article :

TAMBAHKAN KOMENTAR

7139572004927558389