Bukittinggi
Sahiahkah Sumpah yang melahirkan filosofi Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah (ABS-SBK) itu benar-benar terjadi hanya karena adanya perselisihan sesama pribumi Minang ??
Ataukah ada alasan lain atau pendapat sejarah berbeda ??
H. Marfendi Maad Datuak Basa Balimo dalam kegiatan penguatan adat Kurai di Bukittinggi, Senin (28/10/2025) mengungkap sejarah terkait Sumpah Sati Marapalam.
"Kami mendapatkan sumber berbeda yang menyatakan Bai'ah Bukik Marapalam menjadi keputusan bersama menggalang kekuatan menghadapi Tentara Salib yang datang dari Eropa, jauh sebelum Imam Bonjol lahir apalagi saat terjadi atau sesudah Perang Paderi," kata Marfendi.
Dalam materinya, Marfendi menegaskan beberapa poin penting yang membuka peluang penggantian sejarah di Minangkabau.
Menurutnya Islam sudah lama muncul di tanah Minangkabau hingga Perang Paderi yang disebut terjadi pada tahun 1.800-an Masehi bukanlah menjadi alasan lahirnya kesepakatan.
"Bai'ah Marapalam lahir jauh sebelum Perang Paderi, Bai'ah ini diperkirakan disepakati antara tahun 1.200 hingga 1.500. Beberapa waktu setelah Shalahuddin Al Ayubi berhasil menguasai Palestina menang atas Tentara Salib yang dipimpin Richard The Lion Heart," kata Marfendi.
Marfendi merujuk beberapa pendapat ahli sejarah tentang waktu pertama kali Islam hadir di Minangkabau, yaitu :
Abad ke-7 yang diberitakan oleh Dinasti Tang bahwa di Sriwijaya sudah ada perkampungan muslim (Barus) yang mengadakan hubungan dagang dengan Cina.
Abad ke-11 dibuktikan adanya Makam Fatimah binti Maimun tahun 1.028 di Leran, Gresik, Jawa Timur.
Abad ke-13, tepatnya tahun 1.292 Marcopolo saat mengunjungi Kerajaan Samudra Pasai dan cerita dari Ibnu Batutah yang mengunjungi Kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-14. Di samping itu, Nisan Malik al Saieh yang meninggal tahun 1297 juga memperkuat bukti-bukti yang ada.
"Falsafah ABS-SBK bukanlah kesepakatan yang terjadi ketika jaman Imam Bonjol sebagaimana yang diketahui selama ini, tapi itu adalah kesepakatan di Kerajaan Minangkabau yang telah memeluk Islam. Bai'ah Bukik Marapalam menjadi pertemuan besar menentukan sikap kala itu saat tersiar kabar Tentara Salib akan menuju Nusantara setelah kalah di Palestina," kata Marfendi.
Kesepakatan itu digalang oleh Rajo Nan Tigo Selo yaitu, Rajo Alam di Pagaruyung, Rajo Ibadat di Sumpur Kudus dan Rajo Adat di Buo.
"Naskah kesepakatan itu secara sempurna belum ditemukan, namun ada beberapa pihak yang sempat menulis atau menyalin kembali dalam bahasa latin, kami berupaya menyusunnya kembali," kata Marfendi.
Terkait dengan pasal dalam Bai'ah Bukik Marapalam, Marfendi menampilkan beberapa di antaranya.
Pasal 1.
Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah.
Pasal 2.
Syara' mangato, Adat mamakai, Syara' nan Kawi, Adat nan ladzim.
Pasal 3
ayat 1, Sumber hukum di Minangkabau ialah Al Qur'an, Hadits, Qiyas dan Ijma'.
ayat 2, Qiyas diambil dari zaman Khalifah Rasyidin.
ayat 3, Ijma' adalah hasil kesepatan Limbago Rajo Nan Tigo Selo.
ayat 4, Ijma' pada tingkat Nagari atau dibawah Minangkabau ialah hasil kesepakatan Tungku Tigo Sajarangan.
ayat 5, Kesepakatan ditetapkan secara musyawarah, bebas, tanpa adanya "manarah malantuang batu".
ayat 6, Semua kesepakatan, peraturan dan keuangan harus ditulis.
"Nah di sinilah khususnya di Pasal 3 ayat 6 yang masih menjadi hutang kita bersama pemangku adat di Minangkabau. Sudahkah ada kesepakatan dan aturan adat itu ditulis hingga mampu menjadi pedoman bersama ?," kata Marfendi.
Sementara di Pasal 13 dibunyikan beberapa ayat yaitu;
1. Setiap anggota masyarakat harus mengenal Tuhannya Yang Esa, mengetahui apa itu Iman, apa itu Islam dan syariat-syariatnya..
2. Untuk mencapai apa yang dimaksud pada ayat 1 pasal ini diadakan Surau Kelarasan, Surau Nagari, Surau Jorong, Surau Kampuang dan Surau Kaum..
3. Sandi pendidikan ialah memperbaiki nan ado dalam jiwa dengan kitabullah dijadikan guru
Lebih jauh, Marfendi berharap sejarah asal ABS-SBK bisa dijadikan dasar dalam perumusan aturan adat salingka nagari yang diakui negara melalui UU nomor 53 tahun 2024 tentang Bukittinggi dan UU nomor 17 tahun 2022 tentang Sumatera Barat.
Sebelumnya dalam rilis resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, Ketua MUI Buya Gusrizal menegaskan walaupun pakar sejarah tidak sepakat tentang kapan terjadinya peristiwa Sumpah Sati Marapalam, namun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya telah menjadi Bai'at Bersama masyarakat Minangkabau dalam mengimplementasikan tuntunan syariat dan menjalankan kehidupan sehari-hari.
"Mengingat komitmen ini telah goyah, harus dikuatkan kembali. Pilihannya adalah membiarkan atau menguatkan kembali, maka MUI Sumbar memilih menguatkan dan perlu dukungan ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang dan pemerintah," kata Buya Gusrizal.



Emoticon